Pw St. Maria, Ratu Rosario;
Bacaan I: Yun 1:1-2/ 2:11
Mazmur: Yun 2.2.3.4.5.8;
Bacaan Injil: Luk. 10:25-37
Orang Samaria
yang murah hati
10:25 Pada suatu kali berdirilah seorang ahli Taurat untuk
mencobai Yesus, katanya: "Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh
hidup yang kekal?"
10:27 Jawab orang itu: "Kasihilah Tuhan, Allahmu,
dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu
dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. "
10:28 Kata Yesus kepadanya: "Jawabmu itu benar;
perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup. "
10:29 Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus:
"Dan siapakah sesamaku manusia?"
10:30 Jawab Yesus: "Adalah seorang yang turun dari
Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja
merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan yang sesudah itu
pergi meninggalkannya setengah mati.
10:31 Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu;
ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan.
10:32 Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu;
ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan.
10:33 Lalu datang seorang Samaria, yang sedang
dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah
hatinya oleh belas kasihan.
10:34 Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah
ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke
atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan
merawatnya.
10:35 Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada
pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari
ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali.
10:36 Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut
pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun
itu?"
10:37 Jawab orang itu: "Orang yang telah menunjukkan
belas kasihan kepadanya." Kata Yesus kepadanya: "Pergilah, dan
perbuatlah demikian!"
Pesta Santa Perawan Maria, Ratu
Rosario
Devosi non-liturgi yang sangat populer di kalangan umat Katolik
ialah 'Doa Rosario'. Di dalamnya umat beriman merenungkan karya penebusan
Kristus di dalam 15 peristiwa Sejarah Keselamatan, sambil mendaraskan 1 X Bapa
Kami, 10 X Salam Maria dan 1 X Kemuliaan, didahului oleh pendarasan Syahadat
Para Rasul, 1 X Bapa Kami, 3 X Salam Maria dan 1 X Kemuliaan. Pesta Rosario
Suci dirayakan oleh seluruh Gereja pada tanggal 7 Oktober dalam Minggu pertama bulan
Oktober.
Perihal doa Rosario ini terdapat anggapan umum berikut: bahwasanya
di masa lampau doa Rosario seperti yang kita kenal dewasa ini di dalam Gereja
dianggap sebagai pemberian Santa Maria sendiri kepada salah seorang
pencintanya, yaitu Santo Dominikus, pendiri Ordo Pengkotbah. Tetapi legenda
indah ini tidak dapat diperdamaikan dengan data sejarah yang berhubungan dengan
adanya kebiasaan berdoa Rosario itu. Oleh karena itu untuk memahami sedikit
lebih dalam perihal doa Rosario itu, kiranya baik kalau dikemukakan di sini
sedikit sejarah perkembangan doa Rosario itu.
Catatan sejarah tentang awal mula praktek doa Rosario diambil dari
kebiasaan doa di kalangan para rahib di dalam kehidupan monastik zaman dulu.
Pada masa itu para rahib biasanya setiap hari mendaraskan 150 buah Mazmur (Doa
Ofisi) sebagaimana terdapat di dalam Kitab Suci. Para rahib awam yang tidak
tahu membaca atau yang buta huruf mengganti pendarasan Mazmur itu dengan 150
buah doa yang lain. Biasanya doa pengganti itu ialah doa 'Pater Noster' (Bapa
Kami). Doa "Bapa Kami" memang sudah semenjak Gereja perdana dianggap
sebagai doa Gereja yang paling penting. Para calon baptis yang sedang dalam
masa katekumenat, harus menghafal doa Bapa Kami itu di samping Kredo/Syahadat
Para Rasul. Untuk mempermudah mereka mengetahui berapa sudah doa Bapa Kami yang
didaraskan, mereka menggunakan seutas tali bersimpul atau bermanik-manik. Oleh
karena tali itu dipakai untuk menghitung doa "Pater Noster" maka tali
itu lazim disebut juga "Pater Noster".
Dari sejarah perkembangan devosi diketahui bahwa sejak zaman
dahulu umat Kristen telah menaruh devosi yang tinggi kepada Santa Perawan
Maria. Devosi-devosi ini dilestarikan oleh para rahib di dalam biara-biara.
Pada masa abad, ke-11 berkembanglah kebiasaan memberi salam kepada Bunda Maria
bila seseorang melewati patung atau arca Maria. Pada masa itu belum dikenal
bentuk doa 'Salam Maria' seperti dewasa ini. Dahulu doa itu masih singkat,
hanya terdiri dari bagian pertama yang berakhir dengan kata-kata: "dan
terpujilah buah tubuhmu". Jumlah doa Salam Maria yang sempat didaraskan
dihitung pada tali 'Pater Noster' itu. Lama kelamaan berkembanglah kebiasaan
untuk menggantikan doa Bapa Kami dengan doa Salam Maria. Jumlahnya tetap 150
sesuai jumlah Mazmur yang didaraskan para rahib. Karena pada masa itu 150 buah
Mazmur yang didaraskan itu sudah dibagi ke dalam tiga bagian, masing-masingnya
terdiri dari 50 buah, maka doa Salam Maria yang didaraskan oleh para rahib buta
huruf itu pun dibagi dalam tiga bagian dengan masing-masing bagian terdiri dari
50. Rangkaian Salam Maria yang terdiri dari 50 buah itu disebut 'Korona'
(=mahkota). Kata ini mengingatkan kita akan hiasan-hiasan kembang menyerupai
mahkota yang biasanya dibuat pada arca-arca Bunda Maria. Bagian kedua doa
'Salam Maria', yaitu "Santa Maria Bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa
ini, sekarang dan pada waktu kami mati. Amin", menjadi doa resmi semenjak
Paus Pius V (1566-1572) meresmikan terbitan 'Breviarium' (=doa harian Gereja)
pada tahun 1568. Namun bagian kedua itu baru diterima umum pada abad XVII.
Bagian pertama doa "Salam Maria" yang melukiskan tentang
peristiwa kunjungan malaekat Gabriel kepada Maria dan kesediaan Maria menerima
Al Masih dalam rahimnya, diambil dari Kitab Suci. Itulah peristiwa awal 'Penjelmaan
Juru Selamat'. Sukacita itu kemudian diungkapkan Maria sendiri kepada
Elisabeth, sanaknya yang pada waktu itu sudah hamil juga. Sejak abad ke-12, doa
'Salam Maria' mulai diulang-ulang selama berlangsungnya doa untuk mengenang
'Lima Sukacita Santa Maria' (Kabar Sukacita, Kelahiran Yesus, Kebangkitan
Yesus, Kenaikan Yesus, dan Pengangkatan Maria ke Surga). Lama kelamaan 'Lima
Peristiwa Sukacita' itu, ditambah antara lain dengan peristiwa: Penampakan
Tuhan (epifani), Pentakosta atau Kunjungan kepada Elisabeth, sehingga menjadi
'Tujuh Sukacita Maria'. Pada abad XIII, Korona Ketujuh Sukacita Maria ini mulai
dipropagandakan oleh Ordo Fransiskan; dan pada abad XIII mantaplah sudah
kebiasaan merenungkan Limabelas Sukacita Maria.
Pada Abad Pertengahan, umat Kristen mempunyai devosi istimewa
kepada 'Lima Luka Yesus', yaitu di tangan, kaki dan lambung. (bdk. Yoh 20:20).
Sementara itu ada pula devosi kepada 'Lima Penumpahan Darah Yesus', yaitu pada
saat sakratulmautnya, saat didera, saat dimahkotai duri, saat disalibkan dan
ditikam lambungNya. Karena semenjak dulu Bunda Maria dipandang sebagai peserta
ulung dalam sengsara Yesus, maka tidak mengherankan, bahwa sejalan dengan
devosi kepada Yesus yang bersengsara, berkembang pula devosi serupa kepada
Maria yang berdukacita. Devosi itu dikembangkan oleh Ordo Fransiskan dan
Serikat Hamba Maria. Maka sejak abad XIV berkembanglah devosi kepada 'Lima
Dukacita Maria', ataupun 'Tujuh Dukacita Maria', yang dialaminya selama Yesus
bersengsara dan wafat. Devosi kepada 'Tujuh Dukacita Maria' itu berkembang
pesat di kalangan umat Kristen Eropa sehubungan dengan menjangkitnya wabah
sampar yang mengerikan di sana.
Kebiasaan untuk menghubungkan doa "Salam Maria" dengan renungan
tentang sejumlah peristiwa Yesus, sudah ada sejak abad XIV. Ada pula kebiasaan
untuk menambah kata-kata ". . . buah tubuhmu", dengan nama Yesus dan
dengan sebuah kalimat pelengkap, misalnya, "Yang didera dengan
kejam", "Yang dimahkotai duri", dsb. Dalam abad XV berkaryalah
seorang biarawan bernama Dominikus yang diberi julukan "dari Prusia".
Ia seorang novis, yang sesuai dengan anjuran pemimpin biaranya, berusaha
menggabungkan doa Rosario (yang terdiri dari 50 Salam Maria) dengan renungan
mengenai kehidupan Yesus dan ibuNya. Pada tahun 1410, ia menyusun 50 seruan
penutup doa "Salam Maria". Seruan-seruan penutup itu diterima dengan
antusias sekali dan segera menjadi populer, baik dalam bahasa Latin maupun
dalam bahasa Jerman. Seruan-seruan tambahan itu biasanya dibacakan oleh
orang-orang yang melek huruf.
Mulai tahun 1475, muncullah di dalam Gereja tarekat-tarekat
religius yang mempopulerkan doa Rosario. Dengan munculnya teknik cetak, daftar lima
belas peristiwa yang ditetapkan sebagai landasan renungan selama doa rosario,
mulai dikenal di mana-mana. Sebuah buku kecil yang dicetak di Ulm pada tahun
1483 menganjurkan tiga rangkaian gambar, masing-masing memuat lima lukisan
tersendiri, yaitu: Lima Sukacita Maria, Lima Penumpahan Darah Kristus, dan Lima
Sukacita Maria sesudah bangkitnya Yesus. Inilah kelima belas peristiwa Rosario
yang dikenal sekarang, kecuali dua yang terakhir, yaitu tertidurnya Maria dan
Penghakiman Terakhir. Dalam buku kecil itu ada nasihat berikut: ''Daraskanlah
doa Salam Maria sambil memandang lukisan-lukisan ini!" Daftar tetap dari
15 peristiwa Rosario disusun di Spanyol sekitar tahun 1488. Daftar itulah yang
disahkan oleh Paus Pius V seorang biarawan Dominikan, ketika beliau menetapkan
Rosario sebagai doa Gereja yang sah. Setahun sebelumnya, Pius mengesahkan teks doa
Salam Maria yang sampai sekarang tidak
diubah.
Ada sekian banyak peristiwa ajaib yang mendorong pimpinan
tertinggi Gereja menghimbau bahkan mendesak umat berdoa Rosario untuk memohon
perlindungan Bunda Maria atas Gereja dari segala rongrongan. Peristiwa terbesar
yang melatarbelakangi penetapan tanggal 7 Oktober sebagai tanggal Pesta Santa
Maria Ratu Rosario ialah peristiwa kemenangan pasukan Kristen dalam pertempuran
melawan pasukan Islam Turki. Menghadapi pertempuran ini Paus Pius V menyerukan
agar seluruh umat berdoa Rosario untuk memohon perlindungan Maria atas Gereja.
Doa umat itu ternyata dikabulkan Tuhan. Pasukan Kristen dibawah pimpinan Don
Johanes dari Austria berhasil memukul mundur pasukan Turki di Lepanto pada
tanggal 7 Oktober 1571 (Minggu pertama bulan Oktober 1571). Sebagai tanda
syukur Paus Pius V (1566-1572) menetapkan tanggal 7 Oktober sebagai hari pesta
Santa Maria Ratu Rosario. Kemudian Paus Klemens IX (1667-1669) mengukuhkan
pesta ini bagi seluruh Gereja di dunia. Dan Paus Leo XIII (1878-1903) lebih
meningkatkan nilai pesta ini dengan menetapkan seluruh bulan Oktober sebagai
Bulan Rosario untuk menghormati Maria. Kemudian berdoa Rosario itu langsung
diminta Bunda Maria sendiri agar didoakan umat pada peristiwa-peristiwa penampakannya
di Lourdes, Prancis (1858), Fatima, Portugal (1917), di Beauraing, Belgia
(1932-1933) dan di berbagai tempat lainnya akhir-akhir ini. Sumber: http://www.imankatolik.or.id/kalender/7Okt.html