google-site-verification=ydrwj_TcX7EKVuIoCDu-3scwDwIHaXOT828Be0zpAR8 MANUSIA PEMBELAJAR: 2014

Friday 19 September 2014

PEJUANG TAK KENAL LELAH


RIP

Selamat Jalan Bapak.....

Bagi kami, anak-anakmu, engkau adalah pejuang tak kenal lelas. Sejak masa kanak-kanak engkau telah berjuang untuk hidup. Ketika kedua orangtuamu pergi, lalu disusul adikmu, engkau seperti tak memiliki pegangan hidup. Kepada siapa engkau akan mengadu nasibmu...? Kami yakin, itu salah satu pertanyaan dan perjuangan hidup, tetapi Tuhan tidak tidur. Ia menghendaki siapapun yang dilahirkanke dunia ini harus memberi arti kepada dunia. Itu juga menjadi bagian hidupmu. Keluarga Ahmad Jalal, yang adalah pamanmu, merupakan jalan Tuhan untukmu agar engkau sungguh-sungguh membuat dunia ini semakin berarti. Dalam keluarga itu, engkau tumbuh berkembang. Di dalam keluarga itulah engkau pelan tapi pasti dibentuk menjadi pribadi yang tangguh, bertanggungjawab, dan memiliki masa depan.
Namun ternyata tidak mudah hidup sebagai seorang yatim piatu. Antara kerinduan dan kenyataan tidak selalu sinkron. Sebagai seorang anak, usia 8 tahunan, engkau ingin mengisi hidupmu dengan aneka kehidupan di masamu. Tapi engkau juga dituntut untuk mengikuti apa yang keluarga inginkan, ambil bagian dalam karya keluarga. Maka jika hari ini engkau di sini, esok engkau pindah ke rumah siapa tak lain demi mencari kenyamanan, kegembiraan bagimu di usiamu yang masih timur itu.
Masa mudamu engkau jalani dengan penuh perjuangan. Engkau bukan anak yang hidup dalam keluarga berada. Engkau juga tidak dapat memiliki fasilitas kehidupan sebagai anak-anak lain, karena engkau tidak hidup bersama ayah ibu kandungmu. Engkau adalah anak muda yang “ngenger” pada pamanmu, yang entah paman dalam urutan ke berapa dalam keluargamu. Meski demikian engkau tetap dapat bersyukur, karena di situ pun engkau bukan hanya mendapatkan cinta, tetapi engkau dapat belajar apa arti hidup dan bagaimana seorang anak manusia harus hidup. Seperti anak muda lain, engkau ingin dekat dengan gadis yang kau idam-idamkan. Engakau ingin berjalan bersamanya, seperti kata anak muda sekarang “pacaran”. Tapi apa yang engkau dapat? Engkau anak muda yang tak punya apa-apa, dan karena ketidakpunyaanmu itu engkau diomelin habis-habisan.  Tak jarang orang lain menjadi sinis padamu. Tapi apakah engkau mundur? TIDAK. Justru di saat seperti itulah engkau ingin membuktikan bahwa anak “lola, yatim piatu” ini memiliki masa depan yang tak kalah dengan yang lain. Engkau berjuang dengan susah payah “buruh” tani, “derep” padi demi mengumpulkan “sen demi sen, ketip – kelip” belum rupiah, agar engkau dapat memiliki sesuatu. Setelah engkau dimarahi orang tua gadis yang engkau “taksir”, karena menyewa sepeda pulang kemalaman, engkau ingin membuktikan bahwa engkaupun bisa memiliki sepeda, yang saat itu, ditahun 60-an merupakan barang mahal. Dan itu terbukti. Engkau membuktikan bahwa tekat kuat, kerja keras, dan kedekatan dengan Tuhan akan membuatmu mampu mencapai apa yang engkau cita-citakan. Sepeda itu sekarang engkau tinggalkan kepada anak-anakmu dalam bentuk sawah.
Pergulatan hidupmu bersama istrimu, Paula Wagiyem, yang adalah ibu dari anak-anakmu sungguh tak pernah berhenti. Seorang istri yang juga bukan berasal dari keluarga berada. Sejak kecil ia tak pernah tahu di mana ayahnya. diasuh oleh janda miskin, iapun harus kerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk menyelesai pendidikan SD-nya, iapun harus kerja 'Buruh Tandur, Tanam Padi", agar bisa sekolah. Dari semua perjalanan itu engkau mengajarkan kepada kami, anak-anakmu, bahwa hidup bukanlah sesuatu yang datang bergitu saja. Hidup harus diisi, hidup harus diperjuangkan, hidup harus diberi makna. Kerja keras berangkat pagi pulang petang harus engkau jalani demi memberi hidup pada dirimu, istrimu dan anak-anakmu. Tiga (3) anak kau relakan pergi kembali pada penciptanya, mendahului perjalananmu. Tujuh (7) anak dipercayakan kepadamu untuk engkau didik dan engkau hidupi. Kini semua telah engkau tuntaskan. Anak pertamamu pergi ke Jakarta untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Kini ia dikaruniai 2 anak, Anggit dan Bimo, yang gagah-gagah, sedang menyelesaikan pendidikan mereka. Anak kedua, meski tidak dikaruniai seorang anakpun, kini telah memiliki seorang cucu yang mungil, Piky. Anak ketiga, telah dikaruniai dua anak cantik-cantik, Tisa dan Bella, juga sedang menyelesaikan pendidikan mereka. Anak keempat, dikaruniai 4 anak, Cicit, Dito, Candra, dan seorang lagi telah kembali pada penciptanya. Anak kelima, kini berada di Serpong juga belum dikaruniai putra. Anak keenam, kini telah Tuhan panggil, meninggalkan seorang putra yang gagah perkasa, Franky. Akhirnya anak ketujuh, dikaruniai seorang putra, Kaka, tinggal di Lubuklinggau.
Kini, engkau telah tenang, tidur dalam istirahat abadimu di Surga. 14 September 2014, 60 hari sejak 14 Juli engkau mulai terbaring di tempat tidur, adalah saat engkau mengucapkan SELAMAT TINGGAL kepada kami semua, khusus pada Simbok, yang tak lain adalah istrimu. Engkau melambaikan tanganmu pada saat terakhirmu, yang bagi kami adalah tanda engkau mengucapkan selamat tinggal.
SELAMAT JALAN bapak, kami anak-anak dan cucu-cucumu mengucapkan terima kasih atas semua yang telah kita alami bersama. Sampaikan salam kami kepada Bernanto yang telah kembali ke pangukan Bapa terlebih dahulu, juga kepada Ernadi, Ernati, Senin, Simbah So Menggolo, dan semua sanak saudara kita yang telah berpulang ke pangkuan Bapa di Surga. Doakan kami semua yang masih berkelana di dunia ini. Doakan Simbok agar tetap tegar menghadapi perjalanan hidupnya, seperti ketegarannya saat mendampingimu di saat-saat terakhirmu.
Terima kasih semuanya....
Selamat Jalan..... doa kami menyertaimu.

Teriring doa kami:


Kami anakmu: Parjo, Parno, Yanto, Yatmi, Hermanto, Nurwanto
Cucumu: Anggit, Bimo, Tisa, Bela, Citra, Dito, Candra, Franky, Kaka, Suprih
Cicitmu: Piky

Wednesday 30 April 2014

SELAMAT JALAN PAULUS NANDYANTO


Guru kebijakan hidup bagi anak-anak Ricci

Telepon Ibu Lita Lituina berdering sekitar jam 10.10 WIB. Terdengar di telingaku suara beliau, "Ha..apa Bu...Pak Paulus meninggal....?" "Ya..ya.. saya akan ke sana sekarang ya...". Sontak terkejut aku. Gak percaya aku. Seorang pribadi yang beberpa waktu lalu aku kunjungi masih bisa bercanda, kini pergi maninggalkan kami, khusus istri dan anaknya, Theresia Arnie Astuti dan Gregorius A. Panduwicaksana. 
Paulus adalah seorang pribadi yang mampu menampilkan kesalehan dalam dirinya. Meski ia menyandang nama Paulus, dalam sejumlah hal ia tidak mewarisinya. Paulus yang "brangasan", yang bisa meledak-ledak jika ia tidak bisa menahan perasaan tidak ku temukan dalam dirinya. Ia adalah pribadi yang tenang, kalem, tulus, jujur dan apa adanya. Meski sering bertukar pikiran dan mungkin berbeda pandangan, ia tidak pernah menunjukkan bahwa berbeda harus meledak-ledak, harus emosional. Ia selalu santun dalam setiap menyampaikan pikirannya, meski pikiran itu berbeda.
Paulus adalah pribadi yang mampu menyentuh hati pribadi setiap insan yang ditemuinya.  "Pak Paulus itu guru yang tidak pernah kita lihat marah. Ia selalu tersenyum." ungkap sejumlah siswa kelas X, SMA Katolik Ricci 1.
"Lilin-Lilin Kecil, lagu yang dipopulerkan Chryse, adalah salah satu lagi pavofit yang selalu dilantunkannya saat pertama kali mengajar musik", cerita seorang siswa. Itu lah sebabnya lagu ini selalu bergaung dalam setiap ibadat penghormatan terhadap Almarhum. Lebih dari 70 siswa-siswi Ricci dan alumni menyanyikan lagu tersebut saat selesai perayaan ekaristi 30 April 2014 malam. Ekaristi dipimpin oleh Romo Suhud Budi, SX, seorang imam yang tampaknya sungguh memberi kesan tersendiri bagi Paulus Nansyanto. Setidaknya, ketika meminta perminyakan suci, beliau minta harus Romo Suhud yang memberikannya, meski ada romo lain yang dekat. Demikian pagi sebelum meninggalnya, beliau sempat mengunkapkan kepada sang  istri bahwa ia ingin misa dipimpin oleh Romo Suhud Budi, SX. 
Pagi hari pada perayaan Ekaristi kedua, yang dipimpin oleh Pastor Germano Framarin SX, dan di pemakaman Lilin-Lilin Kecil bergaung lagi. Lebih dari 300 orang mengiringinya menuju ke peristirahatan terakhir kalinya di Tanah Kusir Blok Blad 7. Sembilan Bus Blue Bird membawa pasukan Ricci, satu bus keluarga, 3 bus lain daan sejumah mobil kecil dan motor (ada sekitar 27 mobil) mengiringi perjalanan beliau menuju tanah kusir.Sungguh luar biasa kasih yang mereka berikan kepada Paulus Nandyanto. Inilah kasih Tuhan yang nyata. Bukan sekedar mengirim satusan orang yang ikut berbela rasa, Tuham memberikan jalan yang lancar menuju keperistirahatan, padahal jalan menuju Tanah Kusir terkenal macet. Tuhan juga berikan cuaca yang tidak terlalu menyengat seperti hari sebelumnya. "Terima kasih Tuhan...atas semua itu" bisikku dalam hati.
Dan akhirnya....bergaung sekali lagi di Tanah Kusir, mengiringi kepergian seorang pahlawan pendidikan. lagu Lilin-Lilin Kecil dengan diiringi sejumlah pemain gitar dan lilin bernyata. Semua menjadi satu, menunjukkan terima kasih kami kepadamu....

Selamat Jalan Paulus Nandyato... doa kami menyertaimu...
Terima kasih atas semua dharma baktimu untuk kami semua....
Ricci menyertai perjalananmu.....


RENUNGAN HARIAN 6 MEI 2023

DOA PEMBUKA Allah Bapa yang Mahakasih, kami mengucap syukur atas rahmat-Mu yang kami terima pada hari ini. Bukan saja Engkau membangunkan ...