RIP
Selamat Jalan Bapak.....
Bagi
kami, anak-anakmu, engkau adalah pejuang tak kenal lelas. Sejak masa
kanak-kanak engkau telah berjuang untuk hidup. Ketika kedua orangtuamu pergi,
lalu disusul adikmu, engkau seperti tak memiliki pegangan hidup. Kepada siapa
engkau akan mengadu nasibmu...? Kami yakin, itu salah satu pertanyaan dan
perjuangan hidup, tetapi Tuhan tidak tidur. Ia menghendaki siapapun yang dilahirkanke
dunia ini harus memberi arti kepada dunia. Itu juga menjadi bagian hidupmu.
Keluarga Ahmad Jalal, yang adalah pamanmu, merupakan jalan Tuhan untukmu agar
engkau sungguh-sungguh membuat dunia ini semakin berarti. Dalam keluarga itu,
engkau tumbuh berkembang. Di dalam keluarga itulah engkau pelan tapi pasti
dibentuk menjadi pribadi yang tangguh, bertanggungjawab, dan memiliki masa
depan.
Namun ternyata tidak mudah hidup sebagai seorang yatim
piatu. Antara kerinduan dan kenyataan tidak selalu sinkron. Sebagai seorang
anak, usia 8 tahunan, engkau ingin mengisi hidupmu dengan aneka kehidupan di
masamu. Tapi engkau juga dituntut untuk mengikuti apa yang keluarga inginkan,
ambil bagian dalam karya keluarga. Maka jika hari ini engkau di sini, esok
engkau pindah ke rumah siapa tak lain demi mencari kenyamanan, kegembiraan
bagimu di usiamu yang masih timur itu.
Masa
mudamu engkau jalani dengan penuh perjuangan. Engkau bukan anak yang
hidup dalam keluarga berada. Engkau juga tidak dapat memiliki fasilitas
kehidupan sebagai anak-anak lain, karena engkau tidak hidup bersama ayah ibu kandungmu. Engkau adalah anak muda yang “ngenger” pada pamanmu, yang entah
paman dalam urutan ke berapa dalam keluargamu. Meski demikian engkau tetap
dapat bersyukur, karena di situ pun engkau bukan hanya mendapatkan cinta,
tetapi engkau dapat belajar apa arti hidup dan bagaimana seorang anak manusia
harus hidup. Seperti anak muda lain, engkau ingin dekat dengan gadis yang kau
idam-idamkan. Engakau ingin berjalan bersamanya, seperti kata anak muda
sekarang “pacaran”. Tapi apa yang engkau dapat? Engkau anak muda yang tak punya
apa-apa, dan karena ketidakpunyaanmu itu engkau diomelin habis-habisan. Tak jarang orang lain menjadi sinis
padamu. Tapi apakah engkau mundur? TIDAK. Justru di saat seperti itulah engkau
ingin membuktikan bahwa anak “lola, yatim piatu” ini memiliki masa depan yang
tak kalah dengan yang lain. Engkau berjuang dengan susah payah “buruh” tani, “derep”
padi demi mengumpulkan “sen demi sen, ketip – kelip” belum rupiah, agar engkau
dapat memiliki sesuatu. Setelah engkau dimarahi orang tua gadis yang engkau “taksir”,
karena menyewa sepeda pulang kemalaman, engkau ingin membuktikan bahwa
engkaupun bisa memiliki sepeda, yang saat itu, ditahun 60-an merupakan barang
mahal. Dan itu terbukti. Engkau membuktikan bahwa tekat kuat, kerja keras, dan
kedekatan dengan Tuhan akan membuatmu mampu mencapai apa yang engkau
cita-citakan. Sepeda itu sekarang engkau tinggalkan kepada anak-anakmu dalam
bentuk sawah.
Pergulatan
hidupmu bersama istrimu, Paula Wagiyem, yang adalah ibu dari anak-anakmu
sungguh tak pernah berhenti. Seorang istri yang juga bukan berasal dari keluarga berada. Sejak kecil ia tak pernah tahu di mana ayahnya. diasuh oleh janda miskin, iapun harus kerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk menyelesai pendidikan SD-nya, iapun harus kerja 'Buruh Tandur, Tanam Padi", agar bisa sekolah. Dari semua perjalanan itu engkau mengajarkan kepada kami, anak-anakmu, bahwa hidup bukanlah sesuatu yang datang bergitu saja. Hidup harus diisi, hidup harus diperjuangkan, hidup harus diberi makna. Kerja keras berangkat pagi pulang petang harus engkau
jalani demi memberi hidup pada dirimu, istrimu dan anak-anakmu. Tiga (3) anak
kau relakan pergi kembali pada penciptanya, mendahului perjalananmu. Tujuh (7)
anak dipercayakan kepadamu untuk engkau didik dan engkau hidupi. Kini semua
telah engkau tuntaskan. Anak pertamamu
pergi ke Jakarta untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Kini ia dikaruniai
2 anak, Anggit dan Bimo, yang gagah-gagah, sedang
menyelesaikan pendidikan mereka. Anak kedua,
meski tidak dikaruniai seorang anakpun, kini telah memiliki seorang cucu yang
mungil, Piky. Anak ketiga, telah dikaruniai dua anak
cantik-cantik, Tisa dan Bella, juga sedang menyelesaikan
pendidikan mereka. Anak keempat, dikaruniai
4 anak, Cicit, Dito, Candra, dan
seorang lagi telah kembali pada penciptanya. Anak kelima, kini berada di Serpong juga belum dikaruniai putra. Anak keenam, kini telah Tuhan panggil,
meninggalkan seorang putra yang gagah perkasa, Franky. Akhirnya anak ketujuh,
dikaruniai seorang putra, Kaka,
tinggal di Lubuklinggau.
Kini,
engkau telah tenang, tidur dalam istirahat abadimu di Surga. 14 September 2014, 60
hari sejak 14 Juli engkau mulai terbaring di tempat tidur, adalah saat engkau
mengucapkan SELAMAT TINGGAL kepada kami semua, khusus pada Simbok, yang tak
lain adalah istrimu. Engkau melambaikan tanganmu pada saat terakhirmu, yang
bagi kami adalah tanda engkau mengucapkan selamat tinggal.
SELAMAT JALAN bapak, kami anak-anak dan cucu-cucumu mengucapkan terima kasih atas semua yang telah kita alami bersama. Sampaikan salam kami kepada Bernanto yang telah kembali ke pangukan Bapa terlebih dahulu, juga kepada Ernadi, Ernati, Senin, Simbah So Menggolo, dan semua sanak saudara kita yang telah berpulang ke pangkuan Bapa di Surga. Doakan kami semua yang masih berkelana di dunia ini. Doakan Simbok agar tetap tegar menghadapi perjalanan hidupnya, seperti ketegarannya saat mendampingimu di saat-saat terakhirmu.
SELAMAT JALAN bapak, kami anak-anak dan cucu-cucumu mengucapkan terima kasih atas semua yang telah kita alami bersama. Sampaikan salam kami kepada Bernanto yang telah kembali ke pangukan Bapa terlebih dahulu, juga kepada Ernadi, Ernati, Senin, Simbah So Menggolo, dan semua sanak saudara kita yang telah berpulang ke pangkuan Bapa di Surga. Doakan kami semua yang masih berkelana di dunia ini. Doakan Simbok agar tetap tegar menghadapi perjalanan hidupnya, seperti ketegarannya saat mendampingimu di saat-saat terakhirmu.
Terima
kasih semuanya....
Selamat
Jalan..... doa kami menyertaimu.
Teriring doa kami:
Teriring doa kami:
Kami anakmu: Parjo, Parno, Yanto, Yatmi, Hermanto,
Nurwanto
Cucumu: Anggit, Bimo, Tisa, Bela, Citra, Dito,
Candra, Franky, Kaka, Suprih
Cicitmu: Piky