google-site-verification=ydrwj_TcX7EKVuIoCDu-3scwDwIHaXOT828Be0zpAR8 MANUSIA PEMBELAJAR: KALAU HIDUP TIDAK BERMAKNA, SHORTCUT AJA!

Friday 22 November 2013

KALAU HIDUP TIDAK BERMAKNA, SHORTCUT AJA!

Pada penerima beasiswa
Ungkapan pada judul tulisan ini sepertinya sadis. Pernyataan ini kira-kira merupakan salah satu dari beberapa pesan yang disampaikan oleh Prof. Yohanes Surya, saat hadir di tengah-tengan siswa-siswi SMA Katolik Ricci I, Jakarta dalam sebuah seminar singkatnya. Pernyataan itu bermakna ajakan sekaligus tantangan bagi Generasi Indonesia Jaya (Gen-IJ, Yohanes Surya) untuk mencari arti hidup dan meraih arti tersebut. Hidup harus memikili tujuan, dan tujuan itu adalah berarti bagi orang lain. Generasi yang hidup tanpa memiliki arti akan menjadi generasi “sampah”, generasi yang tidak membangun melainkan merusak.
    Bagaimana membuat hidup dapat menjadi berarti? Generasi ini adalah generasi masa depan Indonesia. Mereka adalah calon tokoh-tokoh yang akan menentukan Indonesia seperti apa di masa depan. Indonesia akan menjadi seperti apa, merekalah yang akan menentukan di masa mendatang. Indonesia di masa depan harus mampu menjadai negara super power. Indonesia jaya adalah harapan yang sudah harus dicapai Indonesia di tahun 2030.
     Salah satu aspek yang dapat dijadikan indikatornya adalah berapa jumlah riset dan paten yang telah dihasilkan oleh suatu bangsa. Paten Indonesia tahun 2010 sebanyak 15. Dibandingkan dengan paten negara lain jumlah tersebut masih sangat minim. Paten yang dimiliki Malaysia 302, Singapura 637, dan Jepang 32.156, Amerika lebih dari 216 ribu,dan  China 314 ribu. Mengapa paten Indonesia san\at minim? Menurut Prof. Yohanes Surya, salah satu penyebabnya adalah lemahnya daya riset. "Jika Indonesia ingin berjaya di pentas Internasional tidak ada cara lain selain menggenjot riset di berbagai bidang," tegasnya dalam seminar singkat yang diselenggarakan di Hall Mateo Ricci, SMA Katolik Ricci I, Jakarta, Rabu 14 November 2013.Lembaga-lembaga pendidikan tinggi yang idealnya menjadi lembaga riset ternyata tidak mampu mengimplementasikan idealime tersebut. David Gross, peraih nobel bidang Fisika, 2004 memberikan kritikan terhadap perguruan tinggi di indonesia dengan mengatakan bahwa tinggi di Indonesia belum menjadi lembaga ilmiah, melainkan lebih sebagai lembaga kursus/training. Keprihatinan inilah yang kemudian membuat beliau mendirikan Universitas Surya dan mendorong pendidikan tinggi lainnya untuk mengembalikan budaya riset di dalam kampus.
    Hal kedua yang menjadi point pesannya adalah “Tidak ada manusia bodoh, yang ada hanya anak yang tidak mendapat kesempatan belajar dari guru yang baik dan metode yang benar”. Setiap anak memiliki potensi dan kemampuan yang luar biasa. Mengapa selama ini begitu banyak anak yang sesungguhnya memiliki potensi yang baik, namun tidak mampu meraih prestasi yang baik? Salah satu penyebabnya yaitu banyak  anak tidak mendapatkan layanan yang memadai untuk itu. Mereka lebih banyak terjebak memahami dan memaknai belajara sebagai menghafal rumus dan mengahafal kata-kata. Padahal belajar bukan sekedar hafalan, menghafal rumus dan kata. Belajar itu menangkap makna dari apa yang dipelajari dan mengembangkan potensi yang ada. Inilah yang setidaknya menjadia bekal generasi Indonesia Jaya dalam merujudkan Indonesia jaya di tahun 2030.
Sebagai wujud impian tersebut, pada kesempatan tersebut, beliau memberikan apresiasi dalam bentuk bea siswa 100% kepada 18 siswa SMA Katolik Ricci. Bea siswa tersebut dapat diperoleh selama mengikuti pendidikan di Uninvertis Surya.

Robertus S,

MedioNovember 2013

No comments:

RENUNGAN HARIAN 6 MEI 2023

DOA PEMBUKA Allah Bapa yang Mahakasih, kami mengucap syukur atas rahmat-Mu yang kami terima pada hari ini. Bukan saja Engkau membangunkan ...